Ingin Kuliah, Tapi Disuruh Menikah?

Ingin Kuliah, Tapi Disuruh Menikah?

Hai! Namaku Reyhanaa, tapi kalian boleh panggil aku Reyyy. Aku adalah relawan terkicik (alias termuda) di program Sambang Sekolah 5 ini. Oh iya, aku sekarang sudah semester akhir di UIN Madura (beneran UIN ya, bukan mengada-ada, hanya saja SK-nya belum keluar, hehe).

Waktu itu aku lagi sibuk banget, sering banget keluar kota. Paling sibuk sih waktu bulan Mei–Juni, saat aku di Jawa Barat selama dua bulan. Tapi, begitu masuk bulan Juli, aku sudah di rumah. Mendadak gabut, karena biasanya sibuk, tiba-tiba jadi hampa karena nggak ada kesibukan. Cuti ngajar masih ada, kuliah libur. Kegiatanku cuma ngopi bareng teman atau scroll media sosial di rumah.

Hingga akhirnya, aku menemukan akun media sosial Compok Literasi yang lagi buka pendaftaran untuk relawan Sambang Sekolah 5. Okey, tanpa pikir panjang aku langsung daftar aja. Dan bukan kali pertama aku jadi volunteer, karena aku memang sudah biasa dan suka ikut kegiatan seperti ini. Dua bulan di Jawa Barat pun, aku jadi relawan. Setelah mendaftar, aku coba cari tahu lebih lanjut tentang program ini. Ternyata, program Sambang Sekolah bergerak di bidang pendidikan, di mana relawan memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan minat mereka terhadap pendidikan.

Aku makin tertarik dan semangat ikut karena, jujur, banyak sekali anak-anak di Madura, khususnya di Pamekasan, yang butuh perhatian lebih dalam pendidikan. Aku jadi semakin bertekad untuk berkontribusi di sini, dengan harapan sedikit demi sedikit pendidikan di Pamekasan bisa semakin maju. Aku tahu, prosesnya akan memakan waktu dan tidak mudah. Tapi setidaknya, kita punya niat baik untuk berbenah. Menemukan networking baru di lingkungan baru? Itu bonus!

Akhirnya, aku bisa berkontribusi di sini. Hari pertama, aku bersama relawan lain pergi ke sekolah yang akan kami sambangi. Saat melihat keadaan sekolah itu, terlintas banyak hal di dalam pikiranku. Kami disambut hangat oleh para guru, peserta didik, bahkan ketua yayasan.

Aku merasa senang. Sepertinya, ini akan menjadi awal yang baik untuk Sambang Sekolah 5. Kami bisa melihat semangat mereka menyambut kami. Meski awalnya mereka cukup malu-malu, namun di sisi lain dari ekspresi mereka, terlihat begitu senang. Bahkan, setelah pertemuan pertama berakhir, salah satu dari mereka pernah menghubungi seorang relawan Sambang Sekolah 5 lewat Instagram untuk meminta kami datang lagi. “Seru dan menyenangkan,” katanya. Mendapatkan feedback seperti itu membuat kami para relawan merasa sangat dihargai. Rasanya, usaha kami tidak sia-sia.

Tentu saja, keseruan di hari pertama bukan berarti tanpa kendala. Aku menemukan satu peserta didik yang tampaknya kurang antusias dengan kedatangan kami. Dia senang, tapi tidak terlihat excited. Aku rasa, dia tipe orang yang introvert.

Adanya kami membuat suasana kelas mendadak ramai, terutama dengan antusiasme peserta didik lainnya. Melihat itu, aku dan Mbak Ulfa mencoba mencari cara agar dia ikut terlibat aktif dan merasakan keseruan yang sama. Hingga akhirnya, dia mulai tersenyum, meskipun tidak selebar yang lain. Tapi itu sudah cukup membuat kami merasa usaha ini berhasil. Tentu saja, namanya juga permulaan. Untuk benar-benar dekat, akan butuh waktu lebih lama. PDKT dulu baru pacaran, kan? Haha.

Pada pertemuan pertama, kami sudah menyiapkan konsep kegiatan untuk episode pertama Sambang Sekolah 5. Salah satunya adalah pengenalan tentang pentingnya pendidikan. Aku dan Mas Fahri kebagian menjelaskan beberapa poin menggunakan media layar lebar dengan konsep film dokumenter.

Saat film diputar, mereka terlihat fokus memperhatikan. Setelah film selesai, Mas Fahri kembali menerangkan isi film, lalu kami membuka sesi tanya-jawab. Ada banyak pertanyaan menarik, tapi salah satu yang paling membekas bagiku adalah, “Aku ingin sekolah, ingin kuliah, tapi kenapa orang tuaku memaksaku menikah? Padahal aku masih kecil.”

Dari pertanyaan itu, aku bisa menilai bahwa film dokumenter tadi membuat pikiran mereka sedikit terbuka. Kami tidak ingin masyarakat Madura, khususnya Pamekasan, masih terjebak dalam pemikiran bahwa anak perempuan harus menikah dini, sementara anak laki-laki lebih berhak melanjutkan pendidikan. Itu tidak benar, dan kami ingin membantu mengubah pola pikir seperti ini.

Ternyata, dalam diri mereka tersimpan banyak pemikiran dan harapan yang mungkin tidak pernah diutarakan kepada orang tua. Mereka ingin melanjutkan pendidikan, tapi keinginan itu sering kali terbentur pandangan orang tua yang merasa lulusan SMA/Sederjad sudah cukup.

Aku bersyukur lahir di keluarga yang mementingkan pendidikan, meskipun aku juga anak desa. Pendidikan menjadi kewajiban yang ditanamkan oleh orang tuaku sejak kecil. Tapi tidak semua anak seberuntung itu. Ketika membaca pesan yang ditulis oleh salah satu peserta didik di kotak ajaib, aku merasa kaget sekaligus tersentuh. Setidaknya, aku tahu mereka tidak ingin masa depan mereka sama seperti orang tua mereka. Zaman sekarang bukan zaman Siti Nurbaya, kan?

Sebagian relawan Sambang Sekolah 5 adalah generasi Gen-Z. Setiap pertemuan selalu ada hal baru yang kami dapatkan, termasuk pengalaman dan pemahaman tentang masalah pendidikan ini. Respon mereka juga membuatku ingin membawa perubahan serupa di desaku sendiri, di mana pola pikir lama seperti itu masih banyak ditemui.

Di awal pertemuan dengan relawan Compok Literasi, aku sempat mengusulkan agar suatu saat desaku bisa menjadi lokasi yang disambangi. Sekolah di desaku bahkan mungkin memiliki jumlah peserta didik yang lebih sedikit dibandingkan sekolah yang kami kunjungi saat ini. Tapi ternyata, sudah ada jadwal sekolah lain yang siap disambangi.

Semoga suatu saat nanti, ada kesempatan untuk menyambangi desaku. Aku tidak akan bisa bergerak sendiri. Aku butuh teman-teman relawan lain yang memiliki tujuan sama. Semoga Compok Literasi dan program Sambang Sekolah terus berjalan. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?

Relawan memang tidak dibayar. Tapi, kebahagiaan peserta didik dan keberhasilan program ini adalah bayaran yang tidak ternilai. Jadi, kalau kamu membaca ini dan merasa terpanggil, yuk bergerak bersama untuk kebaikan dan kemajuan pendidikan di Pamekasan!

Oiya, segini aja dulu ceritanya. Sampai jumpa lagi, ya. Byee! 😉

Tentang Penulis
Aku Wikipediawan Madura yang ingin ikut andil dalam berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia, madura khususnya Pamekasan. Karena lahir di Pamekasan, yang diutamakan haruslah yang lebih dekat. Funfact diri ini adalah, orangnya friendly, suka dilibatkan dalam hal apapun misal diskusi dan lainnya. Semakin dilibatkan, semakin bertambah rasa kepemilikan terhadap suatu komunitas dan semacamnya. Semakin tidak di anggap, semakin menghilang karena menganggap tidak di pedulikan. unik sekali, bukannn. Karena emang orangnya ga suka klarifikasi, jadi banyak yang salah paham. Paling sibuk karena banyak program volunteering yang aku ikuti. Segitu aja. Klo perlu lebih banyak, mari ngopiii .

https://compokliterasi.org

Yang ngurusin konten medianya Compok Literasi! share hal-hal menarik yang barangkali bisa menghibur kamu, syukur-syukur bisa bermanfaat :)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *