5 Permainan ini Bikin Nostalgia Masa Lalu

Tulisan ini lahir dari kenangan kecil saya, yang tumbuh di sebuah desa di Pulau Madura, tepatnya di Pamekasan. Di tengah rutinitas kerja yang melelahkan dan kepala yang penuh beban, ingatan saya tetiba melayang ke masa kecil. Masa yang sederhana, penuh tawa, dan jauh dari kata rumit.
Bagi saya, terkadang di tengah kesibukan dan tekanan hidup yang mulai mewarnai kehidupan, melarikan diri ke memori masa lalu adalah pelarian yang manis. Dulu, hidup terasa lebih bebas. Kami bertualang dari desa ke desa, bercanda dengan teman sebaya, dan memainkan permainan tradisional yang sekarang mungkin jarang ditemukan lagi.
Hari ini, saya ingin berbagi lima permainan yang dulu selalu berhasil membuat hari-hari kecil saya penuh warna.
1. Main Leker
Di Madura, kami menyebut permainan kelereng sebagai leker. Warnanya dan motifnya beragam, membuat kami selalu tertarik mengoleksi dan memainkannya.
Arena permainan biasanya kami gambar di tanah, dengan membuat garis berbentuk segitiga. Kami bergantian melempar kelereng ke arah arena segitiga itu, dengan aturan main sederhana ini:
- Siapa yang lemparannya paling dekat garis luar segitiga, mendapat giliran membidik lebih dulu.
- Tapi hati-hati! Kalau kelerengmu masuk ke dalam segitiga, nasibmu langsung sial. Kamu jadi target bidikan pertama.
Saya ingat, permainan ini sering membuat kami tertawa terbahak-bahak, apalagi kalau bidikan meleset atau ada yang “curang”. Saya baru menyadari saat sudah dewasa, bahwa permainan ini ternyata bagus untuk melatih fokus & motorik kasar tangan anak-anak. Tapi sayangnya saya sudah jarang melihat anak-anak memainkan permainan ini.
2. Tok Seltoan

Barangkali nama dari permain ini terinspirasi dari bunyi yang tercipta dari permainan ini, yaitu “Tok”. Kemudian dimainkan berulang kali sehingga terjadi pengulangan penyebutan menjadi Tok Seltoan. Itu hanya praduga ngawur saya sih.
Mainan ini dibuat dari ranting bambu, dipilih yang paling lurus. Kemudian dipotong sekitar 30 cm (tergantung kebutuhan) lalu dibagi dua. Potongan pertama 10 cm untuk gagang pegas atau kokang, dimana pada lubangnya ditambah batang bambu sebesar lubang potongan kedua bambu. Potongan kedua menjadi semacam laras yang biasanya diisi dengan amunisi/pelurunya berupa kertas basah atau biji-bijian dari tumbuhan liar yang seukuran lubang ranting bambu yang dibuat sebelumnya.
Permainan ini akan menjadi seru ketika dimainkan bersama-sama dan secara berkelompok. Ini seperti main tembak-tembakan ala PaintBall namun versi budget miris.
3. Thung Sapitung

Nama permainan ini terdengar aneh, bahkan bagi saya sekarang. Tapi permainan ini punya keunikan tersendiri.
Sebelum mulai, ada kidung yang dinyanyikan bersama. Kurang lebih kidungnya seperti ini:
Tung sapitung,
menjadi cekkak kabbhi,
Dibudinah tetti patung,
Hap…
Sapah se aghulih meghe’!| Translate bahasa Indonesia:
Tung sapitung
Semua jadi diam,
akhirnya jadi patung.
Hap,
Yang bergerak ngejar!
Setelah kidung selesai, semua pemain harus berdiri diam seperti patung. Siapa yang bergerak akan jadi pengejar. Pengejar harus menangkap pemain lain, tapi kalau ada yang tertangkap, pemain lain yang masih belum tertangkap bisa menyelamatkannya dengan menyentuh pemain yang tertangkap. Jika berhasil maka ia kembali menjadi pemain aktif yang bergerak, begitupun seterusnya. Permainan dinyatakan usai jika semua berhasil dibuat menjadi patung oleh si pengejar.
Permainan ini adalah soal kelincahan, strategi, dan juga tawa. Kadang kami sengaja menggoda si pengejar, membuat mereka marah sambil tertawa-tawa.
4. Terjang

Terjang adalah versi petak umpet yang unik. Kami harus mengumpulkan potongan genteng atau keramik, lalu menyusunnya jadi menara kecil.
Permainan dimulai dengan pemain bergiliran melempar batu dari titik menara ke arah depan. Bagi pelempar batu yang paling depan (mendekati menara), maka mendapat giliran terakhir mengempur menara. Dan tentunya yang pertama mengempur menara adalah batu lempar yang berada di urutan paling belakang.
Siapa yang berhasil menghancurkan menara lebih dulu, dialah yang akan membuat pemilik batu yang terdekat dari menara kalah dan bertugas menjaga menara tersebut. Namun jika gagal, pemain dengan jarak batu terjauh (pelempar pertama) dari menara harus menjaga menara tersebut, sementara pemain lain bersembunyi.
Yang paling menegangkan adalah ketika kami harus menyelamatkan teman yang ketahuan. Dengan menerjang menara yang sudah disusun ulang, kami bisa membebaskan teman dan memulai ronde baru.
Keseruan Terjang terletak pada strategi, kecepatan, dan keberanian yang dibutuhkan. Ada ketegangan saat melempar batu, adrenalin saat bersembunyi, dan kegembiraan saat menerjang menara.
5. Téng Pénténg

Mungkin permainan ini di daerah lain dikenal sebagai Patil Lele atau sebutan lainnya. Cara mainnya, kami menyiapkan dua tongkat kayu, satu panjang dan satu pendek, serta membuat lubang kecil di tanah.
Tongkat pendek diletakkan di lubang, lalu tongkat panjang digunakan untuk mencungkil dan melempar tongkat pendek sejauh mungkin. Ada berbagai level tantangan, mulai dari mencungkil, memukul, hingga adu lempar.
Saya masih ingat betapa serunya saat tongkat melayang jauh, dan teman-teman bersorak melihat siapa yang paling jago. Permainan ini mengajarkan ketangkasan, tapi yang utama adalah kebersamaan.
Saat menulis ini, saya tak bisa menahan senyum. Rasanya ingin kembali ke masa kecil—masa yang sederhana dan penuh tawa itu. Saya yakin, banyak dari Anda yang punya kenangan serupa.
Kalau Anda juga pernah memainkan salah satu permainan ini, atau punya cerita lain, ayo bagikan di kolom komentar. Kenangan masa kecil tak pernah lekang oleh waktu, dan siapa tahu, bisa menginspirasi anak-anak kita untuk melestarikan permainan tradisional yang penuh makna ini.
Ditulis oleh Ari Ghi