Lewat Pintu Belakang, Mencari Yang Hilang

Lewat Pintu Belakang, Mencari Yang Hilang

Selasa, 14 Januari 2025 bertepatan dengan 14 Rajab 1446 Hijriah. Saya beserta rekan-rekan compok literasi berniat berkunjung ke Makam Raja pendiri Kota Pamekasan; Panembahan Ronggosukowati. Dengan rasa antusiame, saya beserta teman-teman akan mengobservasi tempat peristirahatan Raja Pamekasan tersebut pada hari itu, tepatnya di samping Pasar Kolpajung jalan Agus Salim, Kota Pamekasan. Sedikit pengetahuan saya tentang Panembahan Ronggosukowati, Beliau adalah pemimpin yang berjasa bagi Pamekasan karena bisa menyatukan kerajaan Pamelingan dan Mandilaras. Tidak hanya itu, beliau juga menjadi raja yang membangun Pamekasan dari keterpurukan.

Hari itu, kami janjian akan bertemu dan berangkat bersama-sama dari Masjid An-Nur Kolpajung Pamekasan. Sungguh tidak terduga, saya datang terlambat dan tertinggal karena kelalaian saya. Dan lucunya sebagai seseorang yang baru kali pertama berkunjung ke Makam Ronggosukowati, saya hanya tahu tempat tersebut lewat cerita dari rekan-rekan saya.

Sore itu aroma jalan raya terasa pekat selepas hujan melanda. Hitungan langkah saya mulai dari Masjid An-Nur. Saya perhatikan sepanjang trotoar jalan Agus Salim banyak berbagai macam transaksi jual beli, mulai dari ibu-ibu penjual pisang, hingga bapak-bapak dan anak muda penjual sepeda motor bekas. Kala itu saya terpikirkan untuk masuk ke dalam pasar Kolpajung untuk mencari keberadaan rekan-rekan yang hilang tiada kabar-mengabari, tak seorang pun saya temukan kecuali aroma khas pasar dengan bapak-bapak yang sedang beres-beres menutup tokonya.

Saya terus mencari rekan-rekan sembari menunggu kabar mereka lewat pesan WhatsApp. Berbalik keluar menuju jalan raya adalah keputusan saya selanjutnya, berniat mencari sendiri pintu masuk menuju Makam Ronggosukowati, bertemulah saya dengan sebuah gang jalan Ronggosukowati gang II, saya putuskan untuk masuk dengan perasaan yang agak ragu. Sesampainya di ujung gang terjawablah perasaan ragu itu, saya temukan banyak sekali kuburan di sepanjang mata saya memandang, di sebelah barat terhampar sawah dan di selatan ada pemukiman warga Kolpajung. Sedangkan perasaan ragu itu benar-benar terjawab saat setelah saya mencoba menebak dan mencari-cari halaman utama dari Pemakaman itu, saya menyadari kalau saya sudah masuk lewat jalur belakang, pengalaman yang cukup lucu bagi saya sendiri yang benar-benar lahir di Pamekasan, tetapi kurang mengetahui letak tepatnya tanah leluhur.

Setelah agak lama saya mondar-mondir sembari memperhatikan sekitar, saya putuskan untuk tidak menyerah agar bisa sampai di Peristirahatan Panembahan Ronggosuwati. Melalui jalur yang saya buat sendiri dari balik semak-semak hingga melewati berbagai macam warna batu nisan yang berdesakan, sambil mengucapkan salam di setiap kuburann yang saya lewati, akhirnya terlihatlah batang hidung rekan saya Baitur yang sedang ngobrol dengan penduduk sekitar, lalu disusul Umi Wahyuni yang juga baru sampai. Perasaan senang, lucu, dan lega saat itu bercampur menjadi sesuatu yang cukup membingungkan bagi saya, karena sehabis itu saya mulai merasa cukup lelah mondar-mandir ke sana dan kemari.

Satu hal utama yang paling saya sukai setelah saya memasuki kompleks Makam Ronggosukowati adalah denah pada Pemakaman Ronggosukowati yang seakan bertingkat ke belakang, yang berarti halaman utama dan paling sakral adalah halaman paling belakang. Pohon besar rindang sebagai ornamen dari alam yang membuat Kompleks Makam Ronggosukowati terasa adem campur sakral.

Foto By : Habibur Rahman

Semakin ditelusuri, tempat ini semakin tinggi. Ada tiga halaman sebelum kita masuk ke halaman pusat makam Ronggosukowati, halaman pertama memiliki posisi paling rendah dan terbagi menjadi barat dan timur yang dibatasi jalan, setiap pintu masuknya terdapat gapura di setiap halaman yang membuat Pemakaman ini menjadi unik dan berbeda dari pemakaman-pemakaman yang pernah saya kunjungi. Di halaman terakhir, ada makam Panembahan Ronggosukowati beserta istrinya persis di samping kananya, Ratu Inten. Cungkup dan makam Ronggosukowati bercat putih dan terbungkus kain berwarna emas yang menandakan kebersihan yang murni dan kebijaksanaan yang ilahiah. Desain Cungkupnya yang sangat rendah membuat kedua rekan saya harus membungkukkan badan. Dan saya pikir, barangkali ini dilakukan supaya menambah kesakralan dari makam Panembahan Ronggosukowati tersebut.

Setelah cukup lama saya dengan rekan saya berada di sana, saya memutuskan untuk mengakhiri pertemuan saya dengan Penembahan Ronggosukowati dan kembali pada tempat titik awal kami janjian betemu, karena selain badan saya yang cukup lelah, juga sore hari yang makin petang dengan tanda-tanda qiroat di sekitar Makam Ronggosukowati, yang menandakan waktu maghrib sudah makin dekat.

Perjalanan yang cukup singkat, agak lucu. Banyak hal yang saya ketahui dan dapatkan dari perjalanan singkat tersebut, lelah yang saya rasakan sama sekali tak saya hiraukan. Sangat disayangkan, padahal saya ingin berkunjung dalam waktu yang agak lama. Dengan disertai harapan semoga saya bisa berkunjung lagi di sana suatu hari nanti, amin.

| Ditulis oleh Habibur Rahman

seorang yang pendiam, tidak mahir tersenyum, tidak begitu asik, dan yang katanya rame dari temen-temen tuh saya bermuka datar tanpa ekspresi. Mari kenal lebih dekat dengan saya di akun instagram @itsbibb


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *