Warna Warni Sambang Sekolah 4

Warna Warni Sambang Sekolah 4

“Di semua sekolah pasti ada tipe anak-anak yang saling bertolak tapi sebenarnya saling melengkapi. Mereka memang dalam masa belajar dan bermain, tapi juga perlu pengawasan lebih. Melelahkan tetapi berwarna.”

Catatan Fariska Wahyuni

Alasan pertama saya bergabung dengan komunitas ini adalah anak-anak di lingkungan saya. Anak-anak itu kurang menyadari pentingnya pendidikan sehingga acuh tak acuh saat bersekolah. Kedua untuk mengisi waktu luang karena tidak ada kegiatan yang berarti. Pas sekali saya melihat poster recruitment relawan lalu muncullah ketertarikan untuk bergabung. Pada awal pertemuan dengan relawan dan juga teman Compok Literasi sangat menyenangkan dan sangat friendly.

Sejujurnya kenal Compok Literasi karena seorang teman, Intan. First time melihat informasi open volunteer saya langsung menghubungi Intan. Ternyata Intan meminta saya untuk ikut meskipun sebenarnya memang ingin ikut. Sebagai orang yang sering merasa ragu, saya memang butuh penjelasan yang lebih detail tentang kegiatan Sambang Sekolah 4. Penjelasan Intan kian meyakinkan ketertarikan saya untuk bergabung dgn kegiatan ini.
Alasan kedua mungkin terdengar klise, yaitu ingin berbagi dengan anak-anak di sekolah yang lain. Berbagi ilmu, berbagi hal baik meskipun saya bukan orang baik. Saya juga ingin tahu seperti apa sekolah-sekolah di pinggiran kota yang lain, apakah sama saja atau ada perbedaan. Kenapa bilang yang lain karena pernah beberapa ikut ke sekolah pinggiran. Aku menyadari bahwa sedari dulu sarana dan prasarana pendidikan tidak merata.

Kepanikan di Episode Pertama

Pada hari pertama Sambang Sekolah cukup gugup karena ini pengalaman pertama. Kami berkumpul di dekat Monumen Arek Lancor kemudian berangkat bersama menuju ke MI Darul Mujtahid. Setibanya di sana cukup kaget dengan fasilitas di sekolah tersebut. Bangunan sekolahnya terlihat seperti sekolah madrasah sore, bukan khas Sekolah Dasar Negeri. Anak-anak dan para guru menyambut kami dengan sangat baik.

Saat duduk di ruang guru, tiba-tiba serangan panik saya kambuh. Memang selama perjalanan saya selalu terpikir, “bisa tidak ya?” Alhamdulillah saya bisa menguasai diri dan bisa menanganinya dengan baik. Setelah berbincang dengan kepala sekolah dan briefing sebentar, kami bersiap memulai kegiatan Sambang Sekolah episode satu. Kegiatan dimulai dengan perkenalan dari Abay dan Intan, yang menjelaskan tentang Compok Literasi. Kemudian dilanjutkan dengan senam penuh ceria dipimpin oleh relawan termuda, Jojo.

Menjalani kegiatan di episode satu ternyata membuat perasaan campur aduk. Anak-anak menerima kami dengan baik, saking baiknya sangat menguras energi yang ada di dalam tubuh. Memang tidak mudah membersamai masa belajar anak-anak. Suaraku sampai parau, air mineral pun tidak mempan! Ada beberapa anak yang butuh perhatian ekstra di kelas B. Pertama Iyan, si baby boss. Saya beri ia istilah itu karena selain anaknya pintar ia cukup dominan di kelas. Kadang suka tidak patuh, dan suaranya paling nyaring. Kemudian Rama, siswa yang cukup aktif dan menguras tenaga relawan. Lalu duo mas kentir, Barok dan Syaif. Mereka sebenarnya tidak yang terlalu menguras tenaga, mereka penurut, dan cepat sekali mengerti. Namun sedikit cerewet. Sedangkan anak-anak perempuan sangat manut dan teratur. Saat bermain game, kerjasama mereka keren! Semua anak di kelas B keren!

Bagian yang aku suka adalah saat senam. Saat itu anak-anak memilih buku yang ingin mereka baca. Semua anak-anak itu suka membaca buku, jika ada yang tidak, di antaranya pasti suka mendengarkan cerita.
Perjalanan selama Sambang Sekolah episode satu itu seru. Untuk saya yang mudah sekali cemas berlebih terhadap hal yang baru dan asing. Ini permulaan yang bagus untuk belajar, “ya sudah gas saja, jangan terlalu dipikir.” Untuk saya yang takut berinteraksi berlebih dengan orang. Untuk saya yang susah public speaking ini juga cukup. Semoga bisa bertahan, belajar, dan berkembang!

Episode Dua yang Melelahkan

Pada episode dua ini banyak sekali persiapan yang harus dibawa karena berdekatan dengan hari proklamasi. Misalnya puzzle dari kertas sticker sebagai bendera, beras warna, proyektor, dan lain sebagainya. Mencari film dokumenter yang ramah anak-anak sulit sekali ditemukan, kecuali versi animasi. Meski melelahkan dan hampir kacau, saya menikmati kelucuan anak-anak saat menyusun puzzle pahlawan dan menyusun beras di gambar lambang garuda. Bahkan saya mendapatkan kejutan hadiah dari Khodma. Secarik kertas bergambar saya dan Via.

Kembali di Episode Empat

Sayang sekali saya tidak bisa ikut episode tiga. Sebab waktu itu dipagi menuju sekolah pada petemuan ketiga, saya mengalami sebuah musibah diperjalan, membuat kelopak mata saya harus di jahit dan itu juga membuat saya harus beristirahat beberapa hari.

Setelah mulai pulih, bersyukur rasanya saya bisa terlibat kembali dalam episode empat. Namun kali ini anak-anak menjadi lebih aktif dua kali lipat dari sebelumnya. Mereka menjadi lebih cerewet, aktif, dan saya merasa semakin tidak bisa dikendalikan. Salah satunya Riyan, siswa yang spesial dan cukup dominan di kelasnya hingga dijuluki ketua geng Kelas A. Menjadi siswa yang aktif sebenarnya menyenangkan dan tidak ada yang salah dari itu. Hanya saja ketika mengarah pada hal yang negatif, sebagai contoh teriak-teriak tidak jelas, itu mengganggu orang lain. Itu yang dilakukan Riyan. Saya sempat berasumsi, mungkin karena waktu itu yang menjaga kelas A hanya tiga relawan perempuan, jadi anak-anak cenderung meremehkan keberadaan kami. Jika mereka berulah pun, mereka menganggap kami tidak marah dan memang demikian. Kami tidak bisa marah sekalipun sudah sangat lelah menghadapi mereka.

Mengajarkan kata “maaf” pada anak-anak itu sulit. Sebagai contoh; Apa yang dilakukan Riyan. Kak Intan melaporkan bahwa Riyan memukul seorang anak perempuan di Kelas B. Saat diminta untuk memohon maaf kepada korban, Ryan menolak. Padahal meminta maaf dan mengaku salah itu perbuatan yang gentle. Pada akhirnya setelah diyakinkan dan ditemani oleh Baim, dia terbujuk untuk minta maaf. Usut punya usut rupanya Ryan takut diledek oleh teman-temannya. Belajar meminta maaf meskipun mungkin Ryan tidak merasa bersalah sepertinya cukup sebagai awal.

Cerita Sambang Sekolah kali ini berwarna, berurusan dengan anak-anak memang tidak mudah. Di semua sekolah pasti ada tipe anak-anak yang saling bertolak tapi sebenarnya saling melengkapi. Mereka memang dalam masa belajar dan bermain, tapi juga perlu pengawasan lebih. Melelahkan tetapi berwarna.

Sekilas tentang penulis
Namaku Yuni. Asal dari Dsn. Paninggin, Ds. Pademawu Barat. Lahir di Pamekasan Madura pulau kecil di ujung jawa. #funfact tentang aku, aku selalu berada di posisi tengah. Kadang iya kadang tidak ehehehe. Kadang ragu, kadang plin plan, kadang juga mantep sesuai prinsip. Aku gasuka orang pembohong dan tidak disiplin, suka menghina dan suka ngomong tanpa rem. Ehe

https://compokliterasi.org

Yang ngurusin konten medianya Compok Literasi! share hal-hal menarik yang barangkali bisa menghibur kamu, syukur-syukur bisa bermanfaat :)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *