Hebat dengan Berbicara

Pada tahun 2004, seorang politisi Amerika berbicara dengan lantang, tentang persatuan Amerika serikat. Saat itu, Amerika masih terdapat gesekan tajam antara kulit putih dan kulit hitam.
“Tidak ada Amerika maju ataupun konservatif. Yang ada hanya Amerika Serikat. Tidak ada Amerika untuk kulit hitam, untuk kulit putih. Yang ada hanya Amerika Serikat. Kita adalah bangsa yang satu.”
Kalimat yang sarat makna, memberikan oase dari kegersangan toleransi di negeri Hollywood. Dan, kalimat tersebut disambut hangat oleh warga Amerika serikat. Popularitas politisi tersebut naik secara drastis. Pada tahun 2008, ia ikut serta dalam pemilu Amerika Serikat, dan ditetapkan sebagai presiden yang mendapatkan voting terbanyak dari rakyat. Dia adalah Barack Obama, dikenal sebagai politikus dengan kekuatan oratornya.
Kemampuan berbicara menjadi sangat penting, terutama di dunia modern ini. Kontestasi ditentukan oleh soft skill. Karakter seseorang bisa terlihat dari hal yang dibicarakannya, serta dari bagaimana ia berbicara. Untuk mengetahui seseorang pintar, lucu atau bahkan egois, kita bisa melihat dari konten pembicaraannya.
Selain itu, kemampuan berbicara juga bisa menjadi jalan kesuksesan. Seorang pakar komunikasi ternama dari negeri Korea, Oh Su Hyang dalam bukunya, Bicara Itu Ada Seninya mengatakan, “bicaralah seperti pemimpin, maka mimpimu akan menjadi nyata.” Barack Obama membuktikan itu. Dia menjadi presiden Amerika lantaran kemampuan berbicaranya. Padahal, dia bukan dilahirkan dari keluarga elit. Bahkan dua tahun, dia ditinggal oleh ayahnya.
Namun demikian, masih banyak orang yang tidak percaya terhadap kemampuannya dalam berbicara. “Saya tidak bisa berbicara, saya tidak punya kemampuan untuk itu.” Adalah, kalimat yang sering terlontar, dan menjemukan. Tidak percaya terhadap diri sendiri. Bahkan berpikir, bahwa kemampuan berbicara itu adalah kemampuan bawaan sejak lahir.
Tentu hal ini adalah perspektif yang keliru. Kita bisa melihat dari film Kings Of Speech. Kisah seorang Raja Inggris, George VI. Saat baru dilantik, pidatonya tak banyak menyentuh masyarakat pada masa itu. Meski ia sebagai pemilik tahta tertinggi, tapi masyarakat tidak menyambut pidatonya dengan tepuk tangan, hambar ditelinga rakyat.
George memilih untuk berlatih dan meningkatkan skill berbicaranya. Beberapa waktu kemudian, ia menyampaikan pidatonya berapi-api, membakar semangat perjuangan warga Inggris, pada saat mengobarkan semangat peperangan Inggris melawan Jerman. Hal itu disambut riuh dari warga Inggris yang menyaksikannya. Raja yang dahulu pidatonya hambar itu, berubah menjadi pecut yang membangkitkan semangat dengan kalimatnya.
Pada dasarnya memang susah untuk sampai pada tahap berbagi feel itu. Namun, bukan berarti mustahil untuk dicapai. Tantangannya terletak pada konsisten dan kemauan tinggi untuk terus belajar dalam meningkatkan kemampuan berbicara. Selain itu, juga diperlukan trik atau cara yang bisa dijadikan ukuran kemampuan kita.

Logika Menjadi Ruh
Sekalipun apa yang kita sampaikan adalah kebenaran (dalam taraf relatif), jika hal itu masih menabrak logika dari pendengar, maka akan mengurangi kepercayaan. Karena itu, logika menjadi suatu hal yang utama untuk meyakinkan seseorang. Tidak hanya dalam berbicara, logika juga dibutuhkan dalam hal apa pun, termasuk dalam pekerjaan lainnya. Sebab logis menunjukkan bahwa seseorang sistematis dalam berpikir.
Oh Su Hyang mengutip kalimat dari Logical Thinking Know-How Do-How, kita tidak akan menemukan ketidaklogisan dalam pemikiran, kalimat serta ucapan dari orang-orang yang berpikir logis. Begitu pula sebaliknya. Karena itu, berpikir logis sangat perlu dilatih, meski tidak akan didapat dalam waktu 24 jam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, untuk melatih nalar logis dalam berbicara. Pertama, memberikan alasan yang tepat untuk menguatkan argumen. Kemudian, menghindari lompatan logika yang berlebihan; menunjukkan sebab akibat yang masih dihalangi akibat lainnya. Kalau awan mendung, sungai ini akan banjir. Ini melompati ‘hujan’.
Selanjutnya, yang perlu diperhatikan pula saat melatih logika bicara yaitu penggunaan kata-kata sederhana. Sebab, kata-kata yang rumit hanya menjadi penghambat komunikasi. Padahal tujuan, komunikasi sederhana yakni, agar orang lain paham dengan apa yang dimaksud. Selanjutnya, yang terakhir adalah sikap tenang; sentimental hanya dapat mengganggu kejernihan dalam berpikir. Dalam acara debat para politisi, sering terlontar kalimat yang menyerang personal. Itu, sikap buruk yang berakibat pada berkurangnya kepercayaan orang lain.
Ucapan dipengaruhi 90% Suara dan Gerak Tubuh
Kesuksesan kita dalam berbicara dipengaruhi oleh tiga hal, yakni Suara, Gerak Tubuh dan Isi. Albert Maharbian, Pakar komunikasi sekaligus tokoh Psikolog Amerika mempresentasikan bahwa isi hanya 7%, sedangkan suara 38% dan gerak tubuh 55%. Sekalipun isi materi yang disampaikan sama, jika suara dan gerak tubuh berbeda, maka akan berdampak berbeda pula.
Karena itu, agar dapat berbicara dengan baik, maka diperlukan kemampuan nonverbal. Dalam pandangan psikologi, suara dan gerak tubuh lebih jujur dalam mengungkapkan sesuatu. Pada kasus anak yang telat datang ke sekolah, semisal, bisa diketahui alasan yang dibuat-dibuat, baik itu dengan suara yang terbata-bata maupun jari yang bergerak-bergerak, terlihat tidak tenang.
Para pendengar atau lawan bicara (komunikan) lebih menyukai pembicara (komunikator) yang jujur. Ketika seorang pembicara tidak bisa menguasai itu, maka akan timbul kecurigaan, yang bisa membuat pendengar tidak fokus terhadap apa yang kita sampaikan. Kegagalan mentransfer pengetahuan akan terhambat.
Berbicara layaknya Orang Hebat
Untuk memudahkan kita dalam belajar berbicara, maka kita perlu bersikap layaknya kita sudah sukses. Hal itu bisa dengan meniru gaya bicara yang menjadi inspiratifnya, misal gaya bicalra Soekarno atau Najwa Shihab. Dalam keseharian kita perlu berbicara layaknya mereka, baik sedang berbicara santai ataupun pada saat melakukan presentasi. Pakar pengembangan diri Brian Tracy mengatakan, bahwa bertingkah seperti orang sukses adalah kunci agar seseorang menjadi sukses.
Teknik ini bisa kita sebut ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi). Sering menerapkan gaya tokoh itu, maka semakin cepat pula kita berhasil. Pemilihan tokoh yang ingin kita tiru juga perlu fokus, yakni hanya tertuju pada satu tokoh saja. Sehingga, karakter orang yang kita tiru bisa, terserap dengan baik, lalu menjadi kebiasaan dalam segala berbicara kita.
“Orang hebat bukan milik mereka yang berkuasa, atau mempunyai jabatan tinggi. Tapi, orang hebat milik semua orang, semua golongan yang mampu berupaya. Sebab, orang hebat tidak dilahirkan, tapi diciptakan. Mari menjadi hebat dengan berbicara.”
| Ditulis oleh Baitur Rahman